Monday, 19 May 2008

Hari Minggu Di Mall



Hari minggu yang riuh di siang hari. Aku berdiri di selasar atrium bulat mal yang terbesar di kotaku sambil menyaksikan lalulalang ratusan orang di bawahku. Ada yang berjalan dengan cepat seakan dikejar sesuatu, ada pula yang berjalan dengan santai dan perlahan seakan ingin menikmati isi dunia ini. Beberapa pasang muda-mudi berjalan beriringan sambil tertawa-tawa riuh. Dan satu keluarga yang nampak rukun beriringan dengan sang ibu menggendong bayinya di dadanya. Tiga orang dara cilik kulihat berlari-lari di antara para penjual bunga plastik dan asesoris remaja yang terletak di tengah ruang mal besar ini. Semua nampak hidup. Semua nampak bergerak. Tanpa henti.

Namun saat aku menatap wajah-wajah itu, ratusan wajah dengan beragam raut muka, tiba-tiba aku ingin tahu, apakah yang sedang dipikirkan mereka? Apa yang sedang mereka alami saat ini? Apakah mereka memang sedang bergembira dan menikmati hidup? Ataukah saat ini mereka sedang mengalami problem yang berat dan ingin menghibur diri sambil menyendiri di tengah keramaian Mal ini? Hari minggu di Mal, hari minggu di tengah aroma kemewahan dan keanggunan yang terpancar dari gedung cantik ini, seakan meninggalkan semua susah dan juga semua kesalahan dan kegagalan kita di latar belakang hidup nyata serupa bayang-bayang semu belaka. Hidup saat ini dan hanya saat ini.

Seorang SPG alat kecantikan nampak tertunduk di belakang etalase yang besar sambil melamun menyaksikan gelombang manusia yang datang dan pergi. Sudahkah dia makan siang? Seorang pembersih yang sedang mengepel lantai Mal ini sambil bersungut-sungut. Apakah yang dipikirkannya? Mungkinkah ada anaknya yang saat ini sedang sakit tetapi dia tak punya uang untuk membawanya ke Puskesmas sementara hari gajian masih panjang? Sementara di tembok sisi utara nampak terpajang belasan TV layar lebar yang sedang menampangkan panorama cantik bunga mawar dan adelia. Dan di depan deretan layar TV Plasma itu, seorang oma tua sedang memandang poster besar sebuah merek HP dengan tehnologi terkini. Ah, mengertikah dia apa maksud poster itu? Sepasang muda-mudi sedang duduk di meja di ruang makanan siap saji sambil bercakap-cakap, adakah mereka sedang memikirkan masa depan diantara deretan kemewahan yang mungkin jauh dari kehidupan nyata mereka? Dan dimanakah kita? Dimanakah aku?

Berdiri sendirian di selasar bulat Mal ini, aku menyaksikan semua putaran kehidupan itu sambil memikirkan kehidupanku sendiri, memikirkan masalah-masalah dan semua kemungkinan jalan keluarnya. Namun saat kupandangi ratusan wajah yang lalulalang, datang dan pergi, wajah-wajah yang asing dengan riwayat yang tak kukenal di baliknya, lalu apa artinya hidupku sendiri? Ya, aku hanya satu dari sekian banyak manusia dengan sekian banyak masalahnya masing-masing. Aku seorang yang biasa saja, bukan mahluk istimewa, karena tak seorang pun yang dapat mengatakan dirinya istimewa di hadapan sekian banyak alur kehidupan di dunia ini. Dengan tiba-tiba akupun merasa satu dengan mereka semua. Ya, ternyata kita semua satu di dalam menghadapi kehidupan kita masing-masing. Kita satu di tengah aneka pergolakan hidup kita. Kita, insan biasa, dan tak bisa mengatakan bahwa derita kitalah yang terberat. Pun tak bisa mengatakan bahwa kehidupan kitalah yang terhebat. Sebab kita hanya setitik kecil di antara kemaha-luasan dunia ini. Wajah-wajah yang lalu lalang, datang dan pergi, di ruang mewah Mal yang dingin ber AC ini, menyadarkanku, betapa semakin terasingnya kita satu sama lain saat kita hanya memikirkan kesusahan maupun kehebatan diri kita sendiri. Kita tidak sendirian menghadapi kenyataan hidup. Tidak, kita tak pernah sendirian. Ingatlah itu!

No comments: